5 Tips Menghadapi Konflik di Kampus

Hingar bingar kegiatan perguruan tinggi memang seru, namuun ada kalanya seorang Mahasiswa harus berhadapan dengan konflik, entah itu karna kesalahpahaman, perbedaan pendapat, dan lainnya.
Namum sedikit banyak Mahasiswa kurang nyaman menyelesaikan masalahnya, mereka tidak terbiasa bersikap dan berurusan langsung dengan orang atau orang-orang yang memiliki konflik dengan dirinya.
Sebagai seorang mahasiswa, seharusnya ketika Sobat terlibat konflik dengan seseorang, Sobat bertemu langsung dengan orang itu dalam upaya untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Terlepas orang itu adalah teman, dosen, rekan kerja, bos, atau orang yang tidak dikenal sekalipun. Tindakan pertama Sobat seharusnya tidak pergi ke otoritas dengan masalah Sobat; tindakan pertama Sobat adalah pergi ke orang yang bermasalah dengan Sobat.
Sekarang, menghadapi seseorang dalam konflik sangat tidak nyaman bagi kebanyakan orang, dan itu adalah keterampilan yang dipelajari melalui latihan. Saran pertama saya adalah bahwa “konfrontasi” tidak selalu sama dengan berdebat, berteriak, atau interaksi negatif lainnya.
Berikut adalah cara menghadapi konfrontasi awal orang pembuat konflik -seperti membuat sesuatu yang mengganggu hidup sobat, telah menyinggung, atau konflik lainnya:
- Ingatlah bahwa mereka juga manusia, dan jangan berasumsi yang terburuk tentang mereka. Saya tidak mengatakan bahwa kejahatan itu tidak ada, tetapi tidak semua orang yang Sobat temui itu jahat. Terkadang orang mungkin hanya mengalami hari yang buruk, mereka mungkin tidak menyadari konsekuensi dari pilihan mereka, siapa tahu.
- Bersikaplah sopan dan tidak menghakimi. Alih-alih berkata “Hei bangs*t!” atau kata kasar yang akan membuat seseorang bersikap defensif dan mengurangi peluang untuk membuat mereka mengubah perilaku atau situasi, cobalah berkata “Selamat sore .. apa kabarmu?” yang cenderung menempatkan orang tersebut dalam mode reseptif.
- Langsung. Jangan bertele-tele, katakan saja perilaku apa yang menyebabkan masalah dan apa konsekuensi negatif dari perilaku itu.
- Bersikaplah objektif. Jika memungkinkan, beritahukan aturan atau kebijakan kampus yang secara objektif menyebut perilaku orang itu bisa bermasalah atau perilakunya tidak benar.
- Tawarkan solusi. Sarankan tindakan alternatif yang akan menyelesaikan konflik. Seperti pindah ke area yang berbeda, menghitung ulang nilai, atau menjadwal ulang sesuatu.
Jika mereka menyuruh Sobat pergi, maka Sobat telah melakukan apa yang Sobat bisa dan inilah saatnya untuk mencari bantuan dari otoritas. Namun jika mereka melakukan upaya baik untuk memperbaiki masalah, katakan “terima kasih”.
Contoh percakapan pembuka dalam konflik
Sobat bisa menghadapi konflik dengan cara berbicara seperti biasa, seperti “Maaf, maaf mengganggu Anda, tapi <perilaku> adalah <konsekuensi negatif>. Apakah Anda mempertimbangkan <alternatif>?”
Contoh:
“Permisi, saya minta maaf mengganggu, tetapi suara Anda agak keras untuk area yang seharusnya menjadi area belajar yang tenang. Saya mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan saya. Apakah Anda mempertimbangkan untuk pindah ke -daerah lain ?”
“Profesor X, bisakah kami melihat daftar nilai ujian untuk cross check nilai kami?”
“Selamat siang, saya ingin tahu apakah Anda dapat membantu saya. Saya merasa malu dengan komentar yang Anda berikan kepada saya di depan orang lain kemarin, dan saya benar-benar ingin berbicara secara pribadi tentang masalah apa pun yang Anda miliki dengan pekerjaan saya.”
Selanjutnya, jika –setelah berhadapan langsung dengan orang yang berkonflik dengan Sobat– Sobat tidak dapat menyelesaikan konflik, maka masuk akal untuk menemui figur otoritas. Tokoh otoritas tersebut akan sangat terbuka untuk terlibat jika Sobat mendekati mereka dengan permintaan untuk membantu menyelesaikan konflik, bukan hanya mengeluh tentang suatu masalah.
Ini adalah pendewasaan, dan seperti kebanyakan orang dewasa, itu menjengkelkan. Tapi, itu juga pendekatan yang memberi Sobat peluang tertinggi untuk menyelesaikan konflik dalam waktu sesingkat mungkin.